Berkat Imei
Oleh : Rudi Agung P.
Hari Sabtu
siang itu, ruang kelas 5 SD Pustaka Pengetahuan heboh. Happy sedih mendengar handphone Budi, sahabatnya, hilang.
Sebetulnya Bapak dan Ibu Guru sudah melarang murid membawa handphone ke sekolah, tetapi Budi
nekat. Sebagai ketua kelas, Happy merasa harus ikut bertanggung jawab untuk
menemukan handphone Budi.
"Semua
tas teman sudah diperiksa. Tetapi handphone Budi belum ditemukan juga. Aneh," pikir Happy dalam hati.
Karena
penasaran, malamnya Happy ke rumah Budi..
"Kamu
yakin handphone-mu benar-benar hilang. Di rumah sudah kamu cari ?" tanya Happy.
Budi diam
beberapa saat.
"Sudah,
tetapi tetap tidak ada. Insya
Allah, saya sudah ikhlas kok, Hep."
Happy
tidak puas mendengar jawaban Budi. Meski sahabatnya sudah merelakan
kehilangannya, tetapi Happy tetap penasaran dan ingin mengetahui siapa
pencurinya. Ia meminta Budi membawa kardus handphone-nya ke sekolah pada hari
Senin depan.

"Apakah
hari sabtu itu Pak Eben melihat sebuah handphone ?" tanya Pak Nurhadi.
Pak Eben
tak menjawab. Suasana kantor mendadak hening.
"Sa.
. sa. . . Saya tidak melihat apa-apa, Pak," jawab Pak Eben gugup. Suasana
kantor itu kembali hening.
"Pak
Eben punya handphone ?" timpal Happy. Pak Eben mengangguk.
"Boleh
saya pinjam ?" selidik Happy. Pak Eben menyerahkan handphone-nya dengan ragu-ragu. Happy
memeriksa handphone itu. Dari raut wajahnya terpancar kegelisahan. "Bud,
aku pinjam dus handphone-mu, dong," pinta Happy.
Seisi
ruangan penasaran dengan ulah Happy. Tetapi ia tetap serius dan fokus mengamati
handphone Pak Eben dan kardus handphone Budi. Tuts handphone yang ada di genggamannya dipencet. Casing-nya dibongkar. Sesekali,
Happy memperhatikan kardus handphone
.
Sekitar
lima menit berselang, Happy tersenyum.
"Handphone ini benar milik Bapak
?" Pak Eben tak langsung menjawab pertanyaan itu. Wajahnya mulai memerah.
"Pak
Eben, maaf ya, sekali lagi saya mau tanya. Ini benar handphone milik Bapak ?" selidik
Happy sambil menunjukkan handphone berwarna biru seri terbaru buatan Finlandia.
"Bu...
bu... bukan. Eh... eeehhh... iii... iya. Itu punya saya. Ma... maaak... sud
saya, itu handphone nemu," kata Pak Eben terbata-bata.
"Lo,
memang nemu di mana, Pak ?" desak Pak Nurhadi.
Sembari
menunduk, Pak Eben akhirnya mengakui jika handphone itu bukan miliknya sendiri.
Sabtu siang, saat ia akan mengepel ruang kelas 5 yang bocor setelah hujan,
tanpa sengaja Pak Eben menemukan handphone yang tergeletak di salah satu bangku.
Setelah
menceritakan kejadian sebenarnya, Pak Eben menangis dan meminta maaf kepada Pak
Nurhadi dan siswa-siswa kelas 5 yang berada di ruang guru tersebut. Terutama
kepada Budi dan Happy. Pak Eben berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya
lagi.
Seisi
ruangan guru itu menjadi ramai. Kasus yang selama ini menggemparkan kelas 5 SD
Pustaka Pengetahuan, akhirnya terkuak. Semua ingin tahu cara Happy membongkar
kasus itu.
Dengan
senyum yang terus mengembang, Happy menceritakan detil hasil penyelidikannya.
Katanya, setiap handphone memiliki nomor mesin atau yang dikenal dengan imei. Nomor itu tertulis di mesin handphone. Jika baterai dicopot, maka
nomor itu bisa terlihat jelas. Nomor imei juga bisa diketahui dengan menekan *#06#. Nanti nomor imei-nya akan muncul.
"Biasanya
nomor imei itu cocok dengan nomor pada kardusnya. Dan, tidak ada nomor imei yang sama," jelas Happy.
Karena itu
ia meminta Budi membawa kardus handphone-nya. Ia mencocokkan nomor imei pada handphone yang dimiliki Pak Eben dan nomor pada kardus handphone milik Budi. Ternyata sama. Pak
Nurhadi memuji pengetahuan Happy yang luas dan meminta Budi untuk tidak membawa
handphone ke sekolah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar